Thursday, September 27, 2012

KUNCI KEBERHASILAN

Dalam sebuah group diskusi kepenulisan yang saya ikuti, teman mempostingkan berita dari Tempo. Isinya, Ahmad Fuadi, penulis terkenal dengan karyanya "Negeri 5 Menara", terpilih sebagai resident writter, dan akan tinggal selama sebulan di villa khusus untuk menulis. Villa tersebut terletak di pinggir danau Como, Italia Utara. Pemandangan gunung Alpen akan bisa dinikmati dari jendela-jendela villa. Program ini disediakan oleh Bellagio Centre, dan diikuti oleh seniman dan akademisi dari seluruh dunia. Program ini dibiaya oleh Rockefeller Foundation.

Dengan fasilitas yang menarik seperti itu, tentu diharapkan penulis akan lebih bisa menghasilkan karya yang bermutu. Tempat yang tenang, pemandangan indah, dan fasilitas yang memadai. Tetapi apakah semua itu bisa menjamin keluarnya sebuah karya? Jujur saja, saya malu membacanya. Begitu kuat keinginan saya dulu untuk bisa menghasilkan sebuah karya, paling tidak, karya pribadi, yang bisa diperlihatkan pada anak cucu. Namun selalu saja bersembunyi di balik alasan kesibukan. Selain itu, ditengah-tengah semangat mengikuti pengajian online dari Dubai yang sangat menarik, kadang saya ragu. Apakah waktu yang saya habiskan satu dua jam untuk menulis hanya beberapa baris, tidak tergolong sia-sia? Mana yang lebih utama untuk dipergunakan saat waktu longgar? Belajar agama, yang bisa mengahbiskan waktu satu dua jam, ataukan menulis? KArena setengah-setengah kemauan, akhirnya yang terjadi, keduanya tidak bisa menghasilkan produk yang optimal.


Baik ketika tinggak di Rio de Janeiro, maupun di saat ini di Moscow, meja kerja saya juga mempunya pemandangan tak kalah indahnya. Di Rio de JAneiro, pantai yang menghampar dengan langit biru, kadang di selingi gulungan awan, merupakan sumber inspirasi yang tak ada habisnya. Saya ingat betul, ketika Dana, seorang teman yang berasal dari Kazakhstan berkunjung ke rumah, dia melemparkan gurauan yang cukup menggelitik.... "Atik, you have to produce a good book, from this house. With, a beautiful view, you will have  a lot of inspiration. Just like Paulo Coelho." Memang konon Paulo Coelho, tinggal di depan pantai Copacabana, Rio de Janeiro. Dana, tak pernah tahu bahwa gurauannya itu cukup membekas di hati saya. Mungkin bahkan saat ini, dia sudah tak ingat lagi.

Di Moscow, kamar kerja maupun kamar tidur kami menghadap ke aliran sungai dengan percabangannya yang indah, sunyi saat hari kerja, dan akan sibuk dengan lalu lintas boat mini maupun yacht-yacht kecil di akhir pekan. Memang di bawah kompleks apartemen kami, merupakan yacht club pertama di Moscow. 

Ditambah fasilitas internet berkecepatan tinggi tak terbatas, serta beberapa laptop dan tablet yang tersedia, rasanya sungguh malu bila tak bisa segera berkarya. So, kesimpulannya, buat teman-teman..... Kemauan anda, itu adalah kunci yang utama.... Bismillah, semoga ini awal yang baik buat saya.
BEBEK GORENG?


"Remember, don't forget to bring one for me, please...." Begitu si Papa selalu berpesan pada anak-anak. "We can have it for dinner!" sambil tertawa, Pak Mei akan menutup telponnya, yang tentu saja sudah sempat mendengar jeritan anak-anak. "Papa!!"

Apakah semua jenis bebek bisa dimakan? Mungkin bisa. Hanya saja, untuk bebek yang diperdagangkan sebagai bahan makanan, berasal dari bebek yang diternakkan. Bebek ternak, biasanya merupakan bebek yang susah terbang. Sedangkan bebek liar, biasanya mereka mempunyai kemapuan terbang yang lumayan.

Ada satu jenis bebek potong yang terkenal, Muscovy  Ducks. Hmm... Bebek Moscow? Apakah bebek yang berenang di sungai Moscow ini tergolong Muscovy Ducks? Nop! Muscovy Ducks banyak diternakkan di Mexico, maupun di daerah Amerika Selatan. So, kenapa bernama bebek Moscow? Menurut artikel di Wikipedia, bebek ini populer diperdagangkan oleh perusahaan impor ekspor Rusia. Jadilah bebek tersebut dikenal dengan nama bebek Moscow. Mungkin kasus yang sama juga terjadi pada Turkey yang berasal dari USA, bukan dari Turki. Maybe...

Di rumah kita, yang terkenal adalah Peking Ducks. Anak-anak mengenal masakan ini cukup dekat ketika kami sering pergi ke restoran China di dekat Lamcy Plaza, di Dubai. Tidak jauh dari rumah. HArganya cukup mahal, tapi tak apalah dua bulan sekali. Si embak waitress akan mengiris-iris dagingnya, menyediakan kulit pancake nya dalam kukusan agar tetap hangat. Daging ini akan dimakan dengan potongan bihun goreng dan daun bawang yang diirs panjang dan saus kecapnya. Ketika potongan daging sudah habis dalam piring, dengan sigap, dia akan mengiriskan kembali. "Do you want the bones?" pertanyaan itu selalu terlempar. Tadinya kita tidak pernah membawa pulang. Tapi pernah sekali makan bersama teman, dia menyarankan untuk mencobanya. Dan.....ternyata enak! Daging yang menempel di tulang lebih crispy dan gurih.

Di Yogya, makanan Peking Duck bisa didapat di restoran Persley, di jalan Solo. Sayangnya, bebek panggangnya dipotong-potong bersama tulangnya. Rasanya pun lebih liat. Jadiiii, perlukah mampir Dubai lagi untuk menikmati Peking Duck nya?



Feeding the ducks....

Quack..quack...
wek..wek..wek...
Dan serombongan bebek pun datang. Seperti tahu, saat makan tiba. Mereka datang dari berbagai penjuru. Ada yang berenang santai, ada yang melakukan gerakan meluncur, kemudian mendadak ssrrrtttt, stop! seperti ada rem di telapak kakinya. Ada yang lebih tak sabar lagi, terbang meluncur, jatuh berhenti di tengah kerumunan.
Sebungkus roti tawarpun yang sudah terbuka, segera berpindah ke atas tangan-tangan mungil. Secuil demi secuil roti dilempar, jatuh ke kerumunan bebek. Belum sampai sedetik mengapung, roti segera jadi rebutan.

Naila, Azul dan Zahra pun dengan sigap menambah jumlah yang dilempar. Sebungkus roti pun menyusut cepat. Namun, tak sampai separoh, bebek pun sudah kenyang. Mereka sudah tidak bergairah lagi menyambut potongan-potongan itu.
Satu persatupun pergi, berenang pelan, cepat bahkan terbang. Cukup kenyang, berhenti mencari. Tidak seperti kita, para manusia yang kadang sibuk tak pernah lelah dalam mencari harta. Cukup untuk kita dan keluarga, maka kita pun akan bernafsu menumpuk lagi, memikirkan anak keturunan, bahkan kadang untuk yang belum lahir.

Ada beberapa jenis bebek yang ada di Moscow. Masih perlu dipelajari lagi, nama-nama latinnya. Mulai dari yang berleher hijau, mauapun yang bersayap kebiruan. Saya tidak yakin apakah mereka berasal dari satu family, ataupun jenis lain.

Sunagi Moscow yang terletak di sisi Alye Parusa Complex, compleks apartemen kami, bercabang di sisi kanannya. MAsih belum jelas mengapa di ujung cabang kekanan, sering tertutup pintu. PErnah beberapa kali kami melihat cruise yang masuk kek situ. Apakah itu sejenis tempat parkir, ataukah bendungan. MAsih perlu di eksplor lagi.

Sungai ini akan menjadi tempat bermain ice skating di musim dingin. Tidak heran, ada pintu dengan tangga diluarnya ke arah sungai. Saat ini pintu masih ditutup. KEtika musim dingin datang, dan sungai aman untuk dijadikan area ice skating, maka pintu akan dibuka.

Memberi makan bebek, adalah rutinitas kami saat ini. Ketika hari bagus, tidak hujan, kami akan berkeliling lapangan bola, setelah semua PR anak-anak selesai. Selesai berolahraga, maka semua akan berlarian ke tepian sungai. Untunglah pagarnya cukup tinggi. Namun, tetap saja, ekstra mata harus dipasang untuk mengawasi para junior yang energik ini...