Friday, April 5, 2013

What is life for?

Ada salah satu pesan dari seorang teman yang pernah tinggal disini, jangan pernah memasuki daerah sensitif orang Rusia dalam percakapan : agama. Pesan yang sama, pernah saya baca dalam sebuah buku, entah dari Lonely Planet, atau Culture Shock buku, atau sebuah website, saya lupa. Walaupun negara komunis sudah tumbang, kegiatan agama sudah dihidupkan, namun bekas atheis yang kuat masih menancap di sebagian orang.
Di hari Minggu kadang dijumpai orang-orang yang  berangkat ke gereja Kristen Ortodox. Para wanitanya akan memakai rok panjang dan tutup kepala. Sebagian besar, memang para lanjut usia. Yang muda-muda, mungkin masih tertidur lelap dalam pelukan dingin udara. Tetapi, secara umum, dlm obrolan dg guru bahasa Rusia saya, kehidupan beragama tidak banyak berperan. Secara forml, mereka memang beragama kristen ortodox, tetapi dalam praktik ibadahnya, banyak yg tidak melakukan kegiatan ritual.

Seorang teman di Rio de Janeiro dulu, berasal dari Kazakhstan, adalah cucu seorang mufti masjid, yang ditembak mati, karena mempertahankan masjid yang akan diruntuhkan. Dibawah kekuasaan komunis, orangtuanya tidak lagi bisa menjalankan agama, dan akhirnya menghasilkan anak-anak yang beragama Islam secara formal, tapi tidak tahu bagaimana syariat tersebut dijalankan. Ketika Soviet tumbang, banyak sukraelawan dari berbagai agama yang masuk ke negara tersebut, menjalankan misi penyebarannya. KEgmnangan tetntang agama krn dikuasai Soviet dr tahun 1922-1990, membuat rakyat benar-benar buta soal agama, Dia sempat bercerita, kakak perempuannya sempat membawa berbagai selebaran agama, mulai dari Budha, Kristen, Katolik pulang ke rumahnya. Dari berbagai diskusi ketiga kakak beradik, diperoleh kesimpulan mereka tetap akan beragama Islam. Apa yang terjadi kemudian dengan keluarga tersebut?
PErcakapan kami di pagi hari, saat minum teh sebelum kepindahan saya ke Moscow, cukup menyentuh hati. Dia bercerita, kalau kakak perempuannya akhirnya menunaikan ibadah sholat lima waktu. Walau tidak berjilbab, namun mereka sekeluarga melaksanakan ibadah lainnya juga. Teman saya sendiri , karena menikah dengan bule Amerika, dan belum sempat belajar agama secara benar, masih belum tahu Islam yang sebenarnya. Sayang sekali, karena dia mengeluh di minggu terahir saya tinggal disana. Saya pikir dia tidak tertarik, karena dia tidak pernah mengeluarkan pernyataan apapun tentang keagamaan.
Sementara, adik laki-lakinya berubah dari seorang yang suka hura-hura dan menghabiskan harta orangtua, menjadi seorang alim, halus, lebih perhatian kepada kedua orangtua, bahkan sampai memberikan sebagian penghasilannya di sebuah perusahaan minyak kepada mereka. Sayangnya, dia merasa adiknya tidak normal lagi dalam bersikap. Tidak normal? Karena tahu-tahu datang kerumah, dan minta dinikahkan dengan seorang perempuan, yang bahkan dia sendiri tidak mengenalnya. Selalu berjenggot dan celana kependekan. Yang terpenting, selalu menolak makan bersama keluarga besar, karena keberatan dengan acara sulang vodka. Betapa hebatnya sang adik, yang berusaha menegakkan ajaran Islam secara benar, setelah hambar dan tidak menemukan ketenangan dalam kemewahan harta.
Ternyata dia risih dengan eksklusifitas adiknya. Ternyata  salah satu argumennya, sambil minta maaf, dia pernah mengirmkan foto saya, yang sedang makan siang bersama seorang teman, dengan baju yang agak terbuka auratnya. Dia bahkan menjelaskan padanya, saya yang berjilbab, ikut aktif dalam organisasi PTA (PArent Teacher Assosiation) di sekolah, dan mau bergaul dengan siapa saja. Aduuh, hati saya berdesir.
Bangga? Bukan. Malu, tapi sayang, memang saya tak punya pilihan lain. Dalam salah satu ayat perumpaan dalam Qur'an, muslim yang tidak memilih-milih teman dalam pergaulan, diibartkan sebagai seorang zebra. YAng bisa bergabung dengan kuda, jerapah, binatang apa saja.
Untuk teman tersebut, saya doakan semoga hidayah membawanya kembali ke jalan Allah.
KEmbali ke Moscow, saya pernah berbincang panjag lebar dengan pemilik perusahaan taksi yang dikontrak oleh kantor suami. PEraturan lama kantor melarang karyawan dan keluarganya untuk menyetir sendiri mobil. Memang, disini masih bisa ditemukan polisi yang berulah, main stop sembarangan. Kadang berujung dengan beberapa lembar uang yang harus melayang.
Saat itu sudah dia sudah kesekian kali mengantar saya. Igor, demikian nama si boss, memang akan turun tangan, kalau armada taksinya cukup sibuk. "Why you need to cover your hair? Is it your culture or what?" sambil melirik dari kaca spion, dia menanyakan hal itu.
"It's obligation. I am muslim."
"Ow, I don't belief with all religion. It's just I feel a powerless when I accept that God is exist. And why you need a religion, to make you feel happy?"
"No, to know and to feel, what life is for. To guide our life for the next life."
"Hmmm.... for me, what is the life for.. I never think about is. For...money maybe? No...no..because sometimes money doesn't make me happy." Igor tersenyum. Dia yang barusaja membelikan hadiah ulangtahun istrinya yang ke 50, dengan mobil seharga 50 ribu dolar, mulai merenung.
"No, but why you have so many rules. I don;t believe that God will be busy with the all that you did. I heard that you need special meat (halal meat), why? And even your husband told me that you are not allowed to eat pork?"
"Yes, we are. And alcohol."
"Alcohol?NO..kidding... your husband never drink wine? beer?"
"No..."
"Never want to try? OR maybe just in front of you he doesn;t do it... I don't believe it. I knew him so well"
"So you don't know about him."
"Ooh poor your husband."
"I want to know, so, why there is some people that are born very poor. OR maybe, they have special need, and always need help other people to take care of their life. what is a purpose of their life. Are they powerful? Don't they believe in God? Why the life is so unfair to them. For me, the next life, is the result of our life now."
"uuuhhh, you right, then what is life for, for them....Owwh.. " PErcakapan berhenti, karen kami sudah memasuki kompleks apartemen.